Selasa, 06 September 2011

prologue

dia adalah prakata | prologue dari kisah yang belum tuntas sampai saat ini, untuk lanjut pada isi atau melangkah langsung ke penutup.

Senin, 22 Agustus 2011

sisipan

hari ini masih berbeda dengan yang lalu, apa yang ada di pikiran masih tak sejernih yang dulu. Nafas yang terkadang begitu berat, dengan arogansi otak yang seakan mendorong dan ingin menyembul keluar masih kurasakan hingga saat ini (22-8-2011), arogansinya mungkin yang membuat aku sering pusing dan sakit kepala beberapa hari terakhir.

ketenangan dan dinginnya sudah lama tidak lagi berkeliaran di sekitar, atau hanya aku manusia bodoh yang memutuskan untuk tidak meraihnya; karena konon katanya ketenangan bukan untuk dicari tapi "diraih", karena sebenarnya kita sendiri yang memutuskan untuk meminangnya atau tidak.


Jumat, 19 Agustus 2011

terimakasih Iwan Fals, itu saja

banyak lagu membungkus lirik yang yg begitu megah dan indah,
hingga mampu membuat orang diam, tertawa dan bahkan menangis.
banyak para pujangga dan penggombal memakainya sebagai senjata pamungkas,
hingga membuat perempuan terkapar dan jatuh hati.

tidak dengan iwan fals
lagu dan liriknya sederhana, tapi kesederhanaan itu membuatnya besar,
materi atau kata yang diucap terkadang nakal dan bahkan kurang ajar.
membuat orang marah dan geleng-geleng saat itu juga,
tapi dia juga membuat orang berpikir dalam waktu lama,
untuk kemudian mengangguk setuju.

maaf aku tidak memujamu, karena itu syirik namanya
hanya TUHAN yang patut untuk dipuja

semua ucap, lirik, perbuatan dan lagumu bukan sebuah titah atau perintah
semua hanya sebuah pendapat dan pemikiran seorang iwan fals.

tidak seorang lurah, camat, ketua KPK, ketua FPI, ketua partai, bahkan presiden sekalipun, yang lebih dari seorang iwan fals.
mereka semua sama, sama-sama manusia
perkataan, pendapat dan ambisi mereka bukan titah, karena kita juga manusia yang berakal
semua harus tetap kita pikir dan renungkan, karena semua yang terjadi di dunia ini bukan
tanggung jawab kolektif, tetapi tanggung jawab masing-masing, atas apa yang kita perbuat, ucap, dan pikirkan sendiri.

jangan harap hanya karena kita melakukannya sama-sama, maka perhitungan untuk semua itu kolektif, terlebih harapan mendapat diskon karena membeli/melakukannya dalam partai besar.


terimakasih iwan fals, itu saja

pesan untuk aku, kamu dan sahabat kita

Wahai para sahabat dan "kekasih", tidak ada yang lebih penting sekaligus mengkhawatirkan kecuali saat kita memandang orang lain tidak berpikir dan merasa seperti apa yang kita pikir dan kita rasa.

Masa dimana semua ego meraja dan tidak ada lagi tenggang rasa (tepo sliro). Saat kehancuran yang akan semakin dekat karena masing2 merasa benar tanpa mau melihat apa yang sebenarnya ada di depan mata, di samping kanan-kiri kedua daun telinga, ada di belakang tengkuk kepala kita.

Masa yang tidak akan kunjung datang, kala kita mau untuk sedikit lebih peka dan merasakan (mensyukuri) terlebih perbedaan.


Andaikata semakin banyak perbedaan, yang bahkan bertolak belakang dapat bersanding. Pasti INDONESIA, jikapun dulunya bukanlah "the lost atlantis", dia pasti akan menjadi: "THE NEXT ATLANTIS"

Mulut dan Telinga

mendengarlah lebih, berpikir baru berucap
 
jika ada sesuatu yang "salah" jangan keburu menyalahkan orang lain, tanyakan pada diri sendiri: apakah telinga dan mulut kita sudah berinteraksi sebagaimana mestinya..????
 
ketika seorang manusia tercipta di dunia dengan kodrat sebagai makhluk yang paleng sempurna, maka bisa dipastikan "tanggung jawab" sebagai makhluk ciptaanNYA jauh lebih besar... itu PASTI !!
Kompleks itu mungkin kata yang pas untuk semua "tanggung jawab" yang harus dihadapi, mulai dari yang telah dibawa sejak kita melihat dunia, sampai dengan yang harus dihadapi sebagai konsekuensi kita mengacak-acak dunia.
Ketika manusia tercipta dengan dua telinga, dan satu mulut, mungkin dengan maksud agar kita lebih banyak dan lebih pandai, atau bahkan lebih hati-hati
(memperhatikan dengan seksama) dalam mendengar daripada berbicara.
Dia (telinga) tercipta dengan posisi menyamping di kanan dan kiri, mungkin dengan maksud agar semua "arah" kita perhatikan seksama, mengumpulkan bahan pertimbangan untuk otak (perihal baik/buruknya) yang kemudian diteruskan pada mulut.
Mulut menempati posisi lebih depan dari telinga, menurutku bukan karna dia memimpin dan lebih berkuasa, tetapi karna dia mempunyai "tanggung jawab" untuk menyuarakan perintah otak dari
hasil mengkoordinir stimuli rekan-rekannya yang lain, untuk disampaikan kepada manusia yang lain.

Bangsa"T"nya kita

ternyata yang tidak perduli dan menghargai kerja, karya, kreatifitas, dan karya cipta masyarakat indonesia itu orang-orang kita sendiri (BANGSA KITA SENDIRI)... 
jadi jangan heran saat nilai tenaga kerja kita termasuk dalam kategori murah, banyak kasus yang meremehkan / merendahkan dan bahkan melecehkan masyarakat kita di luar negeri (lha woong di dalam negara sendiri dan oleh bangsanya sendiri juga kita begitu)
 
Tau...??!! itu membikin lambat laun dan sekarang arusnya semakin deras, masyarakat yang mulai tidak bangga akan bangsanya sendiri...

anda adalah penyebabnya, saya dan juga mereka... kita semua!!!
sampai kapan????

Dusta

dusta itu bukan hanya dalam kata-kata...

karena diam, juga bisa berarti dusta

...

Kata-kata, Air dan Kesatria Piningit


kata-kata memiliki sifat seperti air, sama-sama bersifat mengikuti wadahnya. Air akan memiliki bentuk yang sama dengan setiap wadah yang digunakan, begitu juga kata-kata; kata-kata akan akan terucap dan tertulis menyesuaikan dengan dimana tempat dan kepada siapa dia dituangkan; 
bukan munafik, karena kita belum membicarakan tentang rasa atau isi dan kandungan dari air atau kata-kata, masih pada tahap cara menuangkannya.

Air akan menguap dan hilang saat dia dipanaskan hingga mendidih dan kita lupa mematikan api yang menyulutnya, sama dengan kata-kata yang akan berkurang, tidak terdengar atau bahkan tersampaikan hikmah atau maksudnya saat kondisi hanya “panas” yang ada, dan bahkan tidak akan tersisa saat “panas” semakin meraja.

Air dan kata-kata juga bisa begitu menyejukkan dan melepaskan “dahaga”, menyirami dan bahkan mampu menumbuhkan atau membangkitkan “gairah” untuk berjuang; seperti halnya Negarawan sekaligus Proklamator bangsa ini Ir. Soekarno, atau lebih kita kenal dengan sebutan Bung Karno, yang mampu “membungkam” banyak Negara yang meremehkan Negara kita saat itu, dan membangkitkan semangat kecintaan akan bangsa pada rakyatnya; itu “kekuatan” kata-kata yang berhasil diolah dengan begitu baik, oleh seorang yang menjadikan “kecintaan akan bangsa” sebagai dasar sebelum berucap. 

Aku tidak bercerita tentang isi dari apa yang terucap saat itu; karena notabene aku belum hidup di masa itu; tetapi satu yang aku yakin, saat semua berlandaskan
pada “cinta” maka dia akan tertuang dengan kekuatan yang begitu besar hingga mampu menggetarkan dinding setebal apapun, menggoyahkan batang yang berakar tunggang sekalipun; ya….kekuatan cinta pada INDONESIA; INDONESIA yang kita artikan sebagai bangsa dan tanah air; bangsa yang berarti rakyat (manusia); tanah dan air, yang berarti tempat kita berpijak dan hidup. Bukan hanya ke-cinta-an pada segelintir orang yang berlabel keluarga atau golongan, dan bahkan diri sendiri.

Kita tidak perlu menunggu datangnya sosok seorang “kesatria piningit” seperti selama beberapa tahun terakhir rame dibicarakan oleh banyak kalangan, mulai dari masyarakat umum, kalangan intelektual, akademisi, politikus, sampai pemerhati dunia supranatural, untuk menggantikan sosok yang pernah ada dan membangkitkan kembali INDONESIA; 
sekali lagi itu tidak perlu; Karena “kesatria” itu ada dalam diri kalian masing-masing…!!! sangat tidak adil bagi Sang Kesatria, jika dia harus diartikan sebagai seseorang (satu orang) yang akan “menyelamatkan” dan “membangkitkan” bangsa dan negara (nusantara) ini. bangkitlah jiwa kesatria, kita semua adalah KESATRIA itu kini.

sedikit tentang kebiasaan menebak-nebak buah manggis


Seringkali sesuatu terjadi dan datang tidak seperti yang kita harapkan atau kita tebak; lagi-lagi sebuah tebakkan, membikin semakin banyak orang yang bertingkah sebagai peramal saja di dunia ini. 
Peramal atau bukan, tetapi kita memang seringkali berandai, berangan, dan menebak tentang apa yang akan terjadi dalam hidup kita terutama untuk sesuatu yang menjadi perhatian kita; dan ternyata tidak jarang kita salah ternyata, bukan hanya orang awam yang salah tetapi peramal sekalipun; Subhanallah, kebenaran memang hanya milikNYA. 

Andai saja semakin banyak orang yang menganggap kesalahan terkadang atau bahkan seringkali dilakukan oleh kita sebagai manusia adalah sebuah hal yang manusiawi, maka akan semakin banyak pula orang yang dengan lapang dada mengaku saat dia melakukan salah dan bukan berkelit; sekali lagi wajar, kita bukan Maha Benar.

cerita film pendek

Cerita film pendek itu tentang seorang laki-laki (penggunaan bintang laki-laki, hanya karena ide film ini bermula dari aku; laki-laki, bukan karena masalah gender)

beberapa tahun terakhir memiliki tanyangan berita mempunyai tema besar yang sama di semua stasiun tv, yaitu kekerasan, kekacauan yang mungkin boleh dibilang "kebingungan" kebingungan mencari jati diri para pelakunya. 
 Laki-laki itu hanya bisa terpaku, duduk di depan televisi selama beberapa jam dan berulang di hari-hari yang berikutnya. Raganya duduk, tetapi jiwanya berontak, memelantingkan dan menghempaskannya ke dinding, lantai, dan terus berulang hingga berguling karena tangannya seakan terikat bingung bagaimana dia harus memulai untuk seakan berteriak "hentikan...!!! kita tidak seharusnya seperti ini". Keluar rumah dia keesokan harinya setelah beberapa hari dalam rumah menyaksikan "kekacauan" di depan mata, dia berjalan kemudian melihat sebuah kaleng bekas minuman di pinggir jalan, kemudian dipungut dan dibuangnya ke tong sampah;

"simple" dan tanpa dia sadar, itu merupakan "aksi" yang paling sederhana yang bisa dia lakukan, membuat negara ini lebih "sehat" daripada hanya menyaksikan, bergumam atau bahkan ikut-ikutan bertingkah yang tidak jelas seperti beberapa pelaku di televisi; "beberapa" karena aku yakin beberapa diantaranya dengan sengsaja memicu terjadinya itu untuk keuntungan pribadi, keluarga dan golongan. Semakin selamatlah laki-laki tadi dari "jebakan" untuk turut menjadi "kambing congek" beberapa pelaku tadi.