Sabtu, 26 Mei 2012

Ketela Kuncinya


Ketela adalah sebuah istilah yang saya gunakan untuk mengemban perencanaan sebagai CEO Bakrie Group. Beberapa waktu lalu dan bahkan seringkali saya mendengar pernyataan yang memperbandingkan ketela dengan keju atau roti  untuk menggambarkan suatu nilai hasil (keberhasilan), dimana ketela merupakan penggambaran dari tingkat keberhasilan yang rendah, jika dibandingkan dengan kedua makanan sebelumnya (keju atau roti).
Menurut saya, penurunan nilai tersebut adalah tidak sesuai dan hanya merupakan hasil dari sebuah “kecerdasan” promosi yang dilakukan oleh negara-negara penghasil dua produk tersebut (keju dan roti) kepada bangsa kita, saya sebut cerdas karena istilah tersebut hampir “mendarah daging” atau katakanlah dianggap wajar atau benar oleh kebanyakan dan bahkan hampir semua orang. Sebuah bentuk dan salah satu wujud dari ketidak banggaan akan produksi dalam negeri (lokal) yang berkualitas hanya karena “trend atau pamor” yang digembar-gemborkan melalui kecerdasan promosinya sekali lagi.

Hingga ketela – atau lebih tepatnya  bagaimana potensi  lokal (kearifan lokal) akan mampu menjadi sebuah potensi yang akan membawa kesejahteraan bangsa – atau lebih kecil Bakrie Group, sebagai group perusahaan lokal mampu mendunia dengan identitasnya sebagai bangsa INDONESIA, serta menjadi kebanggaan bagi para karyawan, konsumen, dan rekan – atau lebih besarnya bangsa INDONESIA hingga dunia.

Ketela, mbothe, talas, sagu, jagung atau apapun itu, digunakan sebagai perumpamaan dari kebutuhan yang sangat tinggi akan peningkatan “kearifan lokal” pada bangsa INDONESIA, dimana “competitor” tidak hanya berasal dari luar negeri ternyata, bahkan dari dalam negeri; katakanlah beras yang keberadaannya dinasionalisasi untuk seluruh wilayah negara ini dari Sabang-Merauke dimana beberapa daerah tertentu memiliki potensi tanaman pangan berkualitas yang lain bahkan. Langkah nasionalisasi tersebut menjadi “competitor” ketika jumlahnya tidak memadai hingga harus import yang berarti sekali lagi mengkonsumsi produksi luar negeri dan membawa efek yang saling beruntun, sebuah regulasi dimana bentuk regulasi/kebijakan  itu sendiri, yang jika kita berbaik sangka, itu hanya ulah beberapa oknum yang jumlahnya makin membeludak. Oknum, regulasi atau kebijakan merupakan “competitor” atau lebih tepatnya disebut sebagai musuh atau kelemahan (weakness) terbesar dalam mengembangkan perekonomian bangsa salah satunya (tragis –red.)
Tidak Jauh dari kacamata tersebut, Bakrie Group sebagai sebuah bentuk integrasi dari berbagai perusahaan yang kesemuanya besar dan mempunyai kekuatan  serta daya saing yang luas, dapat disebut sebagai sebuah negara dimana semua produknya merupakan potensi yang diolah dan diperuntukkan bagi para konsumen atau masyarakat/rakyatnya. Hingga pertanyaan tunggal yang muncul adalah; bagaimana keberadaan sebuah negara Bakrie Group mampu menjadi kebanggaan bagi rakyatnya dan menumbuhkan rasa kecintaan serta keinginan/ketertarikan untuk dapat terus tumbuh besar dan sejahtera bersama.

Strengths, sebagai sebuah perusahaan yang malang melintang selama 70 tahun, membuktikan bahwa perusahaan ini tidak hanya mampu bersaing tetapi juga merupakan perusahaan yang menjadi acuan serta keberadaannya diperhitungkan oleh para konsumen dan kompetitornya.  Kita sebut sebagai faktor “kepercayaan” yang telah mampu direbut oleh Bakrie Group, bersamaan dengan fluktuasi dari nilai kepercayaannya. Kemampuan untuk bertahan/survive, dan bahkan perkembangan yang dicapai sampai dengan sekarang merupakan modal (kita sebut; kepercayaan) utama untuk dapat terus hingga 70 tahun yang kedua.

Weaknesses, Besar dan luasnya bidang usaha pada Bakrie Group menimbulkan controlling menjadi kelemahan yang harus terus dipantau dan diwaspadai. Keberadaan beragam anak perusahaan dan bahkan cucu atau cicit (anaknya anak, dst) yang mungkin dapat tumbuh atau bahkan lahir tanpa diketahui asal-usul “pernikahannya” sangat mungkin terjadi, dimana permasalahannya dapat timbul ketika kualitas keberadaannya dipertanyakan atau disangsikan oleh pihak lain (masyarakat atau competitor) dan tetap yang harus menanggung bebannya adalah Bakrie Group sebagai induknya. Selain itu, kejadian atau bencana yang terjadi di wilayah porong-sidoarjo Jawa Timur menjadi salah satu “kelemahan” tersendiri, dimana perihal tersebut sangat berpotensi menimbulkan permasalahan yang dapat dengan mudah meluap (secara sengaja dan terencana – maupun tidak) yang dikendalikan oleh banyak kepentingan dari berbagai pihak, baik luar maupun dalam sendiri (tidak menutup kemungkinan), yang terlebih merusak nama Bakrie Group sebagai perusahaan yang professional maupun financial. Financial disini dimaksud bukan karena besarannya; karena tidak mungkin dampak social dapat diukur dengan nilai financial, tetapi disebut karena tidak hanya faktor-faktor dampak social maupun financial warga “terdampak” yang muncul, tetapi juga kepentingan-kepentingan lain di luar itu (seperti disebutkan sebelumnya).  

Opportunities, masih banyaknya bidang usaha/industri yang potential masa depan yang belum terjamah di bidang industri kreatif (terlebih), serta “berjamurnya” pelaku-pelaku usaha tersebut yang kompeten dan potensial namun berskala kecil maupun sedang. Kedua perihal tersebut dapat dikategorikan peluang yang dapat mulai serius digarap oleh perusahaan ini Bakrie Group, hingga mampu bersinergi satu sama lain antara ketiga faktor tersebut, hingga mampu menjadi pelopor dari berkembangnya industri kreatif di dalam negeri dan perekonomian mikro dan menengah yang akan menjadi penopang perekonomian Negara (INDONESIA) decara signifikan pada beberapa tahun kedepan.

Threats, isu dan perhelatan Pilpres 2014 mau tidak mau akan menjadi tantangan tersendiri bagi Bakrie Group saat ini. “kepiawaian” untuk dapat menjaga eksistensi dan membuktikan bahwa profesionalisme setiap perusahaannya tidak berhubungan dengan pencalonan Aburizal Bakrie sebagai calon presiden RI 2014 yang diusung oleh salah satu partai besar di Negara ini harus “ekstra” dijaga, dikarenakan dapat diprediksi ada banyak pihak yang akan menghubungkan isu tersebut dan memanfaatkannya, dengan “mengaduknya” dengan weaknesses yang saya sebutkan di atas.
Tantangan terbesar kedua adalah, memperbaiki image Bakrie Group sebagai perusahaan yang membawa “bencana” bagi masyarakat jawa timur khususnya (porong-sidoarjo), maupun isu-isu perusakan alam yang dilakukan oleh perusahaannya yang lain (penambangan, pembalakan hutan, dll) di tengah gencarnya promo dunia untuk gerakan go green, harus menjadi konsentrasi tersendiri.
Kedua perihal tersebut di atas, mengakibatkan tantangan ketiga terbesar menurut saya; yaitu penurunan kepercayaan masyarakat dalam negeri pada nama besar Bakrie Group, namun disisi lain pandangan internasional (investor/rekanan) yang condong untuk kemudian mendekati dan memberikan kontribusi positif (dikarenakan pandangan yang lebih rasional dari perkembangan segi bisnis Group, tanpa memiliki hubungan emosional secara geografis, sejarah dan sosial) juga harus selalu dikontrol dan diwaspadai, karena dapat menjadi “boomerang” beberapa tahun kedepan ketika peningkatan tajam kerjasama dengan pihak luar (internasional) justru akan lagi-lagi mengakibatkan keterpurukan perekonomian lokal (karena kurang perhatiannya pada aspek “kearifan lokal”, yang telah terlebih dahulu disebutkan di awal)

Program awal sebagai CEO, yang diperoleh dari merangkum kesemua perihal yang dijabarkan secara singkat di atas adalah;
1   .       Mengangkat Tanri Abeng sebagai presidential advisory council of CEO (presiden dewan penasehat CEO), dimana anggotanya terdiri dari beberapa ahli atau pakar di bidangnya dari universitas-universitas terpilih dan terpercaya. Dimana dewan penasehat dan presidennya memiliki garis penghubung (putus-putus) dengan CEO, yang bukan berarti garis instruksional tetapi merupakan garis koordinasi. Keberadaan dan fungsi praktisnya seperti pada Badan Pertimbangan Agung yang dimiliki Presiden.     
2   .       Memanggil semua jajaran pemimpin perusahaan dalam Bakrie Group, untuk memperkenalkan diri, membagikan sebuah buku pedoman profesionalisme (ambil contoh; buku dari balik meja Tanri Abeng) kepada para pemimpin perusahaan, bahwasannya profesionalisme dalam diri masing-masing merupakan tanggung jawab personal sekaligus kunci utama kebangkitan dan semakin berkembangnya kualitas perusahaan serta hidup masing-masing individu kedepannya. Menegaskan bahwasannya segala macam hal atau terobosan yang tidak membawa kebaikan bagi masyarakat sekitar, karyawan serta perusahaan dinyatakan sebagai perbuatan “indisipliner” yang bertentangan dengan visi, misi dan tujuan awal Bakrie Group berdiri sejak awal.
3   .       Proses penyaringan dan pengayaan personal dalam tubuh Bakrie Group tidak hanya dilakukan melalui study kasus (manajemen konflik) di lapangan, tetapi juga mengadakan program pendidikan kepemimpinan bagi semua insan bakrie (karyawan) yang berpotensi dan berprestasi secara berkala, dan berkesinambungan melalui lembaga pendidikan resmi yang dimiliki Bakrie Group.
4   .       Peningkatan apresiasi terhadap para karyawan, yang merupakan tulang punggung dari perusahaan melalui program “sehat karyawan dan keluarga”, pendidikan, serta peningkatan standart keselamatan kerja seluruh karyawan (berdasarkan bidang usaha dan keja).
5   .       Peningkatan keperdulian perusahaan dengan kondisi social dan kemasyarakatan di sekitar wilayah usaha. Contoh; bagi semua karyawan bakrie group yang berada di Jakarta, akan dikenakan hari tertentu (sebagai: public transportation day) dimana semua karyawannya (tidak terkecuali) pada hari tersebut tidak diperkenankan membawa kendaraan bermotor jenis apapun, dan harus menggunakan fasilitas transportasi umum, dan untuk menunjangnya tersedia juga beberapa bus jemputan (di pul. / titik penjemputan, dan jadwal tertentu).  Salah satu contoh tersebut, selain sebagai bentuk apresiasi akan keadaan Jakarta, memberikan solusi, juga mampu memberikan atau membangun attitude karyawan akan kedisiplinan, keperdulian yang diharapkan dapat merangsang lahirnya inovasi-inovasi baru yang bermanfaat bagi masyarakat, dan perusahaan.
6   .       Konsentrasi di tahun awal pada pengolahan yang “mengawinkan” potensi lokal dengan kebutuhan masyarakat yang belum tercukupi (katakanlah; salah satunya di bidang kesehatan), dengan cara: semisal (contoh)
Mendirikan pabrik coklat pada bidang usaha (perkebunan coklat), tidak hanya menjual cocoa dalam bentuk mentah atau olahan setengah jadi, hingga tercipta berbagai varian produk coklat yang mampu diminati pasar domestik maupun internasional. “Dikawinkan” dengan pendirian Rumah Sakit Umum yang berkualitas di beberapa wilayah (tidak menutup kemungkinan di Negara lain yang membutuhkan juga), seiring dengan perkembangan produksi coklat tersebut. Dimana biaya operasional Rumah Sakit didapatkan dari hasil (margin) pabrik coklat, serta adanya sebuah divisi investigasi dan administrasi yang secara aktif menjadi pemecah kebuntuan atau solusi tentang skema pembiayaan (contoh; untuk korban kecelakaan lalu lintas, divisi ini akan secara langsung mengurus segala macam keberadaan asuransi yang terkena pada para korban – banyak yang tidak mengetahui bahwa SIM sekaligus tanda kepemilikan asuransi jiwa dan kecelakaan bagi pemegangnya, dll). Sehingga permasalahan (polemik dunia kesehatan) tentang pelayanan Rumah Sakit dapat terpecahkan (semoga) dan diprakarsai oleh Bakrie Group.
7   .       Semua program atau kebijakan merupakan hasil rapat, metting atau diskusi bersama pihak-pihak terkait, hingga menjadi sebuah keputusan yang menjadi tanggung jawab semua pihak untuk menjaga dan menjalankannya.

Begitu kira-kira jabaran sangat singkat dan tidak lengkap yang saya susun di media blogging ini, ketika harus berandai menjadi pemegang tampuk pimpinan di Bakrie Group (CEO). Segala macam masukan dan kajian, baik ilmiah maupun fiksi yang dapat dirangkum dari berbagai peserta lomba ini semoga dapat membawa kebaikan terutama bagi kepentingan banyak pihak dan bukan golongan. Penyelenggara lomba (Anindya Bakrie) merupakan sosok cerdas dan revolusioner dengan mengadakan ajang blogging ini, semoga kecerdasan, kesempatan dan kemampuan yang dimiliki saat ini membawa kebaikan.

Kemampuan, dan kesempatan besar yang dimiliki seseorang  selalu beberiring dengan tanggung jawab yang besar pula untuk kebaikan dalam kehidupan masyarakat di dunia, dan pribadi serta orang tua di akhirat nanti.

Salam Nusantara
Tinton Bramasto

1 komentar:

  1. analisis yang sangat cerdas menurut saya.. mantap..
    hidup Ketela,hehe

    Salam kenal
    Blogwalking Senja hari
    sambil mengundang rekan blogger sekalian
    Kumpul di Lounge Event Tempat Makan Favorit
    sukses selalu
    Salam Bahagia

    BalasHapus